Keperawatan
Medikal Bedah 1
“ asuhan
keperawatan teoritis Asma Bronchial”
O
L
E
h
KELOMPOK
8 :
DILLA MERDEKA
WATI
FEBY KUMALA SARI
PRADHITA
HENDRIYENI
REGINA YOLANDA
DOSEN PEMBIMBING
Ns. Febriyanti,S.Kep
STIKes
MERCUBAKTIJAYA PADANG
2013
KATA PENGANTAR
Dengan ini penulis panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT,
yang telah memberinya rahmat dan hidayahNya sehingga tugas makalah ini yang berjudul “Asuhan Keparawatan Teoritis Asma Bronchial”
Adapun
maksud dan tujuan makalah ini untuk memenuhi salah satu syarat dalam menempuh mata kuliah KMB 1, juga untuk menambah
wawasan dalam ilmu pengetahuan terutama
di bidang asuhan keperawatan.
Penulis
menyadari bahwa penyusun makalah ini masih jauh dari sempurna dan masih banyak
kekurangannya atau karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun demi kesempurnaan makalah penulis selanjutnya semoga makalah
ini dapat bermanfaat bagi para pembaca
Padang, Februari 2014
Penulis
BAB II
TINJUAN TEORI
- Defenisi
Asma adalah
kondisi jangka panjang yang mempengaruhi saluran napas-saluran kecil yang
mengalirkan udara masuk ke dan keluar dari paru-paru. Asma adalah penyakit
inflamasi (peradangan). Saluran napas penyandang asma biasanya menjadi merah
dan meradang. Asma sangat terkait dengan alergi. Alergi dapat memperparah asma.
Namun demikian, tidak semua penyandang asma mempunyai alergi, dan tidak semua
orang yang mempunyai alergi menyandang asma (Bull & Price, 2007).
Pada penderita
asma, saluran napas menjadi sempit dan hal ini membuat sulit bernapas. Terjadi
beberapa perubahan pada saluran napas penyandang asma, yaitu dinding saluran
napas membengkak; adanya sekumpulan lendir dan sel-sel yang rusak menutupi
sebagian saluran napas; hidung mengalami iritasi dan mungkin menjadi tersumbat;
dan otot-otot saluran napas mengencang tetapi semuanya dapat dipulihkan ke
kondisi semula dengan terapi yang tepat. Selama terjadi serangan asma,
perubahan dalam paru-paru secara tiba-tiba menjadi jauh lebih buruk, ujung
saluran napas mengecil, dan aliran udara yang melaluinya sangat jauh berkurang
sehingga bernapas menjadi sangat sulit (Bull & Price, 2007).
- Klasifikasi Asma Bronkial
Berkaitan
dengan gangguan saluran pernapasan yang berupa peradangan dan bronkokonstriksi,
beberapa ahli membagi asma dalam 2 golongan besar, seperti yang dianut banyak
dokter ahli pulmonologi (penyakit paru-paru) dari Inggris, yakni:
a)
Asma Ekstrinsik
Asma
ekstrinsik adalah bentuk asma yang paling umum, dan disebabkan karena reaksi
alergi penderitanya terhadap hal-hal tertentu (alergen), yang tidak membawa
pengaruh apa-apa terhadap mereka yang sehat. Kecenderungan alergi ini adalah
“kelemahan keturunan”. Setiap orang dari lahir memiliki sistem imunitas alami
yang melindungi tubuhnya terhadap serangan dari luar. Sistem ini bekerja dengan
memproduksi antibodi.
Pada
saat datang serangan, misalnya dari virus yang memasuki tubuh, sistem ini akan
menghimpun antibodi untuk menghadapi dan berusaha menumpas sang penyerang.
Dalam proses mempertahankan diri ini, gejala-gejala permukaan yang mudah tampak
adalah naiknya temperatur tubuh, demam, perubahan warna kulit hingga timbul
bercak-bercak, jaringan-jaringan tertentu memproduksi lendir, dan sebagainya
(Hadibroto & Alam, 2006).
b) Asma Intrinsik
Asma intrinsik tidak responsif terhadap pemicu yang
berasal dari alergen. Asma jenis ini disebabkan oleh stres, infeksi, dan
kondisi lingkungan seperti cuaca, kelembapan dan suhu tubuh. Asma intrinsik
biasanya berhubungan dengan menurunnya kondisi ketahanan tubuh, terutama pada
mereka yang memiliki riwayat kesehatan paru-paru yang kurang baik, misalnya
karena bronkitis dan radang paru-paru (pneumonia). Penderita diabetes mellitus
golongan lansia juga mudah terkena asma intrinsik. Penderita asma jenis ini
kebanyakan berusia di atas 30 tahun (Hadibroto & Alam, 2006).
Namun penting dicatat, bahwa dalam prakteknya, asma
adalah penyakit yang kompleks, sehingga tidak selalu dimungkinkan untuk
menentukan secara tegas, golongan asma yang diderita seseorang. Sering indikasi
asma ekstrinsik dan intrinsik bersama-sama dideteksi ada pada satu orang.
Sebagai contoh, dalam kasus asma bronkial (termasuk jenis
ekstrinsik) yang kronis, pada saat menangani terjadinya serangan, dokter akan
sering mendiagnosa hadirnya faktor-faktor kecemasan dan rasa panik. Keduanya
adalah emosi yang sifatnya naluriah pada saat seseorang harus berjuang agar
bisa bernapas. Selanjutnya rasa cemas dan panik ini meneruskan lingkaran setan
dan memperparah gejala serangan. Juga akan tercatat, bahwa bahan-bahan iritan
(pengganggu) dari luar seperti asap rokok dan hairspray akan memperparah kondisi penderita. Kesimpulannya adalah,
dari asal asma bronkial (termasuk asma ekstrinsik) akan terlihat juga hadirnya
faktor asma intrinsik.
Demikian pula, seseorang yang punya sejarah bronkitis di
masa kanak-kanak sering tumbuh menjadi orang dewasa yang cenderung menderita
asma yang alergik, sebagai akibat kelemahan bawaan dari masa kanak-kanaknya
(Hadibroto & Alam, 2006).
Klasifikasi tingkat penyakit asma dapat dibagi
berdasarkan frekuensi kemunculan gejala (Hadibroto & Alam, 2006).
1.
Intermitten,
yaitu sering tanpa gejala atau
munculnya kurang dari 1 kali dalam seminggu dan gejala asma malam kurang dari 2
kali dalam sebulan. Jika seperti itu yang terjadi, berarti faal (fungsi) paru
masih baik.
2.
Persisten ringan,
yaitu gejala asma lebih dari 1
kali dalam seminggu dan serangannya sampai mengganggu aktivitas, termasuk
tidur. Gejala asma malam lebih dari 2 kali dalam sebulan. Semua ini membuat
faal paru realatif menurun.
3.
Persisten sedang,
yaitu asma terjadi setiap hari
dan serangan sudah mengganggu aktivitas, serta terjadinya 1-2 kali seminggu. Gejala asma malam
lebih dari 1-2 kali seminggu. Gejala asma malam lebih dari 1 kali dalam
seminggu. Faal
paru menurun.
4.
Persisten berat,
gejala asma terjadi
terus-menerus dan serangan sering terjadi. Gejala asma malam terjadi hampir
setiap malam. Akibatnya faal paru sangat menurun.
Klasifikasi tingkat penyakit asma berdasarkan berat ringannya gejala
(Hadibroto & Alam, 2006):
1.
Asma akut ringan,
dengan gejala: rasa berat di
dada, batuk kering ataupun berdahak, gangguan tidur malam karena batuk atau
sesak napas, mengi tidak ada atau mengi ringan, APE (Arus Puncak Aspirasi) kurang dari 80%.
2.
Serangan asma akut sedang,
dengan gejala: sesak dengan
mengi agak nyaring, batuk kering/berdahak, aktivitas terganggu, APE antara
50-80%.
3.
Serangan asma akut berat,
dengan gejala: sesak sekali,
sukar berbicara dan kalimat terputus-putus, tidak bisa barbaring, posisi harus
setengan duduk agar dapat bernapas, APE kurang dari 50%.
C. Etiologi
Menurut The Lung Association of Canada, ada dua faktor yang menjadi
pencetus asma (Hadibroto & Alam, 2006):
1. Pemicu (trigger) yang mengakibatkan mengencang
atau menyempitnya saluran pernapasan (bronkokonstriksi). Umumnya pemicu yang
mengakibatkan bronkokonstriksi termasuk stimulus sehari-hari seperti perubahan
cuaca dan suhu udara dimana cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering
mempengaruhi asma. Atmosfer yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu
terjadinya serangan asma. Serangan asma kadang-kadang berhubungan dengan musim,
seperti: musim hujan, musim kemarau, musim bunga (serbuk sari beterbangan).
Selain itu polusi udara dari luar dan dalam ruang serta asap rokok yang
terhirup oleh penderita asma dapat juga memicu terjadinya serangan asma.
Ditambah lagi penderita asma yang memiliki riwayat infeksi saluran pernapasan
misalnya sinusitis dapat mengakibatkan eksaserbasi serangan asma. Penderita
asma harus menjaga kestabilitas dari emosi/stresnya, karena gangguan
emosi/stres dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga dapat
memperberat serangan asma yang sudah ada. Selain itu, jangan berolahraga secara
berlebihan. Bagi beberapa orang, jenis olahraga tertentu dapat menyebabkan
udara terperangkap di dalam saluran napas dan membuat sulit bernapas.
Kadang-kadang olahraga dapat menyebabkan serangan asma (Bull & Price,
2007).
2. Penyebab (inducer) yang mengakibatkan peradangan
(inflammation) pada saluran
pernapasan. Umumnya penyebab (inducer)
asma adalah alergen, yang tampil
dalam bentuk ingestan dimana alergen masuk ke tubuh melalui mulut
(dimakan/diminum) terutama makanan dan obat-obatan. Selain itu, bisa juga dalam
bentuk inhalan yaitu alergen yang masuk ke tubuh melalui hidung atau mulut.
Jenis alergen inhalan yang utama adalah tepung sari (serbuk) bunga, tanaman,
pohon, tungau, serpihan dan kotoran binatang, serta jamur. Bentuk lainnya yaitu
kontak langsung dengan kulit seperti memakai perhiasan, logam dan jam tangan.
Beberapa faktor orang memiliki kecenderungan yang lebih
besar untuk menyandang asma dibandingkan orang lain (Bull & Price, 2007),
di antaranya memiliki riwayat asma atau alergi lainnya dalam keluarga
(keturunan) karena asma dapat diwariskan-diturunkan dari satu anggota keluarga
ke anggota keluarga berikutnya. Beberapa faktor genetik (keturunan) dapat
mempengaruhi perkembangan asma. Jika salah satu orangtua menyandang asma,
peluang berkembangnya asma pada anak-anaknya sekitar dua kali dibandingkan
anak-anak yang orangtuanya tidak menyandang asma. Merokok ketika hamil dimana
asap rokok berhubungan dengan penurunan fungsi paru. Pajanan asap rokok, sebelum
dan sesudah kelahiran berhubungan dengan efek berbahaya yang dapat diukur
seperti meningkatkan risiko terjadinya gejala serupa asma pada usia dini. Baik
perokok aktif maupun pasif semasa kanak-kanan. Selain itu pilek atau infeksi
virus dan terpapar iritan di tempat kerja juga dapat mengakibatkan peradangan (inflammation) pada saluran pernapasan
yang berakibat pada terjadinya serangan asma (Ayres, 2003).
Aspek-aspek potensi risiko kemunculan penyakit asma
(Widjadja, 2009), antara lain aspek genetik, kemungkinan alergi dan saluran
napas yang memang mudah terserang.
D. Patofisiologi
Berkaitan dengan gangguan saluran pernapasan yang berupa
peradangan dan bronkokonstriksi, beberapa ahli membagi asma dalam 2 golongan
besar yakni asma ekstriksi dan asma intrinsik (Hadibroto & Alam, 2006).
Berdasarkan klasifikasi tersebut akan dijabarkan masing-masing dari
patofisiologinya.
a) Asma Ekstrinsik
Pada asma ekstrinsik alergen menimbulkan reaksi yang
hebat pada mukosa bronkus yang mengakibatkan konstriksi otot polos, hiperemia
serta sekresi lendir putih yang tebal. Mekanisme terjadinya reaksi ini telah
diketahui dengan baik, tetapi sangat rumit. Penderita yang telah disensitisasi
terhadap satu bentuk alergen yang spesifik, akan membuat antibodi terhadap
alergen yang dihirup itu. Antibodi ini merupakan imunoglobin jenis IgE. Antibodi
ini melekat pada permukaan sel mast pada mukosa bronkus. Sel mast tersebut
tidak lain daripada basofil yang kita kenal pada hitung jenis leukosit. Bila
satu molekul IgE yang terdapat pada permukaan sel mast menangkap satu molekul
alergen, sel mast tersebut akan memisahkan diri dan melepaskan sejumlah bahan
yang menyebabkan konstriksi bronkus. Salah satu contoh yaitu histamin, contoh
lain ialah prostaglandin. Pada permukaan sel mast juga terdapat reseptor beta-2
adrenergik. Bila reseptor beta-2 dirangsang dengan obat anti asma Salbutamol (beta-2 mimetik), maka pelepasan histamin akan
terhalang.
Pada mukosa bronkus dan darah tepi terdapat sangat banyak
eosinofil. Adanya eosinofil dalam sputum dapat dengan mudah diperlihatkan. Dulu
fungsi eosinofil di dalam sputum tidak diketahui, tetapi baru-baru ini
diketahui bahwa dalam butir-butir granula eosinofil terdapat enzim yang
menghancurkan histamin dan prostaglandin. Jadi eosinofil memberikan
perlindungan terhadap serangan asma. Dengan demikian jelas bahwa kadar IgE akan
meninggi dalam darah tepi (Herdinsibuae dkk, 2005).
b) Asma Intrinsik
Terjadinya asma intrinsik sangat berbeda dengan asma
ekstrinsik. Mungkin mula-mula akibat kepekaan yang berlebihan
(hipersensitivitas) dari serabut-serabut nervus vagus yang akan merangsang
bahan-bahan iritan di dalam bronkus dan menimbulkan batuk dan sekresi lendir
melalui satu refleks. Serabut-serabut vagus, demikian hipersensitifnya sehingga
langsung menimbulkan refleks konstriksi bronkus. Atropin bahan yang menghambat
vagus, sering dapat menolong kasus-kasus seperti ini. Selain itu lendir yang
sangat lengket akan disekresikan sehingga pada kasus-kasus berat dapat
menimbulkan sumbatan saluran napas yang hampir total, sehingga berakibat
timbulnya status asmatikus, kegagalan pernapasan dan akhirnya kematian.
Rangsangan yang paling penting untuk refleks ini ialah infeksi saluran
pernapasan oleh flu (common cold), adenovirus dan juga oleh bakteri seperti
hemophilus influenzae. Polusi udara oleh gas iritatif asal industri, asap,
serta udara dingin juga berperan, dengan demikian merokok juga sangat merugikan
(Herdinsibuae dkk, 2005).
E.
Manifestasi Klinis
a)
Tanda
Sebelum muncul suatu episode serangan asma pada
penderita, biasanya akan ditemukan tanda-tanda awal datangnya asma. Tanda-tanda
awal datangnya asma memiliki sifat-sifat sebagai berikut, yaitu sifatnya unik
untuk setiap individu, pada individu yang sama, tanda-tanda peringatan awal
bisa sama, hampir sama, atau sama sekali berbeda pada setiap episode serangan
dan tanda peringatan awal yang paling bisa diandalkan adalah penurunan dari
angka prestasi penggunaan “Preak Flow
Meter”.
Beberapa contoh tanda peringatan awal (Hadibroto &
Alam, 2006) adalah perubahan dalam pola pernapasan, bersin-bersin, perubahan
suasana hati (moodiness), hidung
mampat, batuk, gatal-gatal pada tenggorokan, merasa capai, lingkaran hitam
dibawah mata, susah tidur, turunnya toleransi tubuh terhadap kegiatan olahraga
dan kecenderungan penurunan prestasi dalam penggunaan Preak Flow Meter.
b) Gejala
(1) Gejala Asma Umum
Perubahan saluran napas yang terjadi pada asma
menyebabkan dibutuhkannya usaha yang jauh lebih keras untuk memasukkan dan
mengeluarkan udara dari paru-paru. Hal tersebut dapat memunculkan gejala berupa
sesak napas/sulit bernapas, sesak dada, mengi/napas berbunyi (wheezing) dan batuk (lebih sering
terjadi pada anak daripada orang dewasa).
Tidak semua orang akan mengalami gejala-gelaja tersebut.
Beberapa orang dapat mengalaminya dari waktu ke waktu, dan beberapa orang
lainya selalu mengalaminya sepanjang hidupnya. Gelaja asma seringkali memburuk
pada malam hari atau setelah mengalami kontak dengan pemicu asma (Bull &
Price, 2007). Selain itu, angka performa penggunaan Preak Flow Meter menunjukkan rating yang termasuk “hati-hati” atau
“bahaya” (biasanya antara 50% sampai 80% dari penunjuk performa terbaik
individu) (Hadibroto & Alam, 2006).
(2) Gejala Asma Berat
Gejala asma berat (Hadibroto & Alam, 2006) adalah
sebagai berikut yaitu serangan batuk yang hebat, napas berat “ngik-ngik”,
tersengal-sengal, sesak dada, susah bicara dan berkonsentrasi, jalan sedikit
menyebabkan napas tersengal-sengal, napas menjadi dangkal dan cepat atau lambat
dibanding biasanya, pundak membungkuk, lubang hidung mengembang dengan setiap
tarikan napas, daerah leher dan di antara atau di bawah tulang rusuk melesak ke
dalam, bersama tarikan napas, bayangan abu-abu atau membiru pada kulit, bermula
dari daerah sekitar mulut (sianosis), serta angka performa penggunaan Preak Flow Meter dalam wilayah berbahaya
(biasanya di bawah 50% dari performa terbaik individu).
F. Pemeriksaan
Diagnostik
a)
Pemeriksaan
Laboratorium
(1) Pemeriksaan Sputum
Adanya badan kreola adalah
karakteristik untuk serangan asma yang berat, karena hanya reaksi yang hebat
saja yang menyebabkan transudasi dari edema mukosa, sehingga terlepaslah
sekelompok sel-sel epitel dari perlekatannya. Pewarnaan gram penting untuk melibat
adanya bakteri, cara tersebut kemudian diikuti kultur dan uji resistensi
terhadap beberapa antibiotik (Muttaqin, 2008).
(2) Pemeriksaan Darah (Analisa Gas Darah/AGD/astrub)
·
Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi
dapat pula terjadi hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis.
·
Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH.
·
Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas
15.000/mm3 dimana menandakan terdapatnya suatu infeksi.
(3) Sel Eosinofil
Sel eosinofil pada klien dengan
status asmatikus dapat mencapai 1000-1500/mm3 baik asma intrinsik
ataupun ekstrinsik, sedangkan hitung sel eosinofil normal antara 100-200/mm3.
Perbaikan fungsi paru disertai penurunan hitung jenis sel eosinofil menunjukkan
pengobatan telah tepat (Muttaqin, 2008).
G. Pemeriksaan
Penunjang
(1)
Pemeriksaan
Radiologi
Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada
waktu serangan menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen
yang bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang
menurun.
(2)
Pemeriksaan
Tes Kulit
Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai
alergen yang dapat menimbulkan reaksi yang positif pada asma.
(3)
Scanning
Paru
Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari
bahwa redistribusi udara selama serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru.
(4)
Spirometer
Alat pengukur faal paru, selain penting untuk menegakkan
diagnosis juga untuk menilai beratnya obstruksi dan efek pengobatan.
(5)
Peak Flow Meter/PFM
Peak flow meter merupakan alat
pengukur faal paru sederhana, alat tersebut digunakan untuk mengukur jumlah
udara yang berasal dari paru. Oleh karena pemeriksaan jasmani dapat normal,
dalam menegakkan diagnosis asma diperlukan pemeriksaan obyektif
(spirometer/FEV1 atau PFM). Spirometer lebih diutamakan dibanding PFM karena
PFM tidak begitu sensitif dibanding FEV. Untuk diagnosis obstruksi saluran
napas, PFM mengukur terutama saluran napas besar, PFM dibuat untuk pemantauan dan bukan alat
diagnostik, APE dapat digunakan dalam
diagnosis untuk penderita yang tidak dapat melakukan pemeriksaan FEV1.
(6)
X-ray
Dada/Thorax
Dilakukan untuk menyingkirkan penyakit yang tidak
disebabkan asma.
(7)
Pemeriksaan
IgE
Uji tusuk kulit (skin
prick test) untuk menunjukkan adanya antibodi IgE spesifik pada kulit. Uji
tersebut untuk menyokong anamnesis dan mencari faktor pencetus. Uji alergen
yang positif tidak selalu merupakan penyebab asma. Pemeriksaan darah IgE Atopi
dilakukan dengan cara radioallergosorbent
test (RAST) bila hasil uji tusuk kulit tidak dapat dilakukan (pada
dermographism).
(8)
Petanda
Inflamasi
Derajat berat asma dan pengobatannya dalam klinik
sebenarnya tidak berdasarkan atas penilaian obyektif inflamasi saluran napas.
Gejala klinis dan spirometri bukan merupakan petanda ideal inflamasi. Penilaian
semi-kuantitatif inflamasi saluran napas dapat dilakukan melalui biopsi paru,
pemeriksaan sel eosinofil dalam sputum, dan kadar oksida nitrit udara yang
dikeluarkan dengan napas. Analisis sputum yang diinduksi menunjukkan hubungan
antara jumlah eosinofil dan Eosinophyl
Cationic Protein (ECP) dengan inflamasi dan derajat berat asma. Biopsi
endobronkial dan transbronkial dapat menunjukkan gambaran inflamasi, tetapi jarang
atau sulit dilakukan di luar riset.
H.
Penatalaksanaan
Medis
·
Terapi Obat
Penatalaksanaan medis pada penderita asma bisa dilakukan
dengan pengguaan obat-obatan asma dengan tujuan penyakit asma dapat dikontrol
dan dikendalikan. Karena belum terlalu lama ini, yakni baru sejak pertengahan
tahun 1990-an mulai mengental keyakinan di kalangan kedokteran bahwa asma yang
tidak terkendali dalam jangka panjang bisa menyebabkan kerusakan pada saluran
pernapasan dan paru-paru.
Cara menangani asma yang reaktif, yakni hanya pada saat
datangnya serangan sudah ketinggalan zaman. Hasil penelitian medis menunjukkan
bahwa para penderita asma yang terutama menggantungkan diri pada obat-obatan
pelega (reliever/bronkodilator)
secara umum memiliki kondisi yang buruk dibandingkan penderita asma umumnya.
Selanjutnya prosentase keharusan kunjungan ke unit gawat daruat (UGD),
keharusan mengalami rawat inap, dan risiko kematiannya karena asma juga lebih
tinggi.
Hal ini membuktikan
bahwa pasa asma ekstrinsik, penyebab asma yang mereka derita adalah
karena peradangan (inflamasi), dan bukan karena bronkokonstriksi. Dengan
demikian, dokter masa kini menggunakan
obat peradangan sebagai senjata utama, sedang obat-obatan pelega sebagai
pendukung. Keyakinan ini sangat disokong oleh penemuan obat-obatan pencegah
peradangan saluran pernapasan, yang aman untuk digunakan dalam jangka panjang.
Menurut AAAI (Amerika Academy
of Allergy, Asthma & Immunology) penggolongan obat asma (Hadibroto &
Alam, 2006) adalah sebagai berikut:
a)
Obat-obat
anti peradangan (preventer)
·
Usaha pengendalian asma dalam jangka panjang
·
Golongan obat ini mencegah dan mengurangi peradangan,
pembengkakan saluran napas, dan produksi lendir
·
Cara kerjanya adalah dengan mengurangi sensitivitas
saluran pernapasan terhadap pemicu asma yang berupa alergen.
·
Penggunaannya harus teratur dalam jangka panjang
·
Daya kerja lambat/gradual, biasanya mengambil waktu
sekitar dua minggu baru terlihat efektivitasnya ayang terukur.
Contoh obat anti peradangan
adalah beclometasone [Becotide®], budesonide [Pulmicort®], fluticasone
[Flixotide®], mometasone [Asmanex®], dan montelukast [Singulair®] secara
bertahap mengurangi peradangan saluran napas dan (jika digunakan secara
teratur) akan mengontrol penyakit asma. Obat pencegah biasanya tersedia dalam
bentuk inhaler berwarna cokelat, putih, merah, atau oranye, meskipun beberapa
(misalnya montelukast) tersedia dalam tablet.
b)
Obat-obat
pelega gejala berjangka panjang
Obat-obat pelega gejala berjangka panjang dalam nama
generik yang ada di pasaran adalah salmeterol hidroksi naftoat (salmeterol xinafoate) dan teofilin (theophylline).
·
Salmeterol
Obat ini adalah bronkodilator
yang bekerja perlahan dimana obat ini bekerja dengan mengendurkan oto-otot yang
mengelilingi saluran pernapasan. Obat ini paling efektif bila dikombinasikan
dengan suatu obat kortikosteroid hirup, dan tidak dapat berfungsi sebagai
pelega seketika dalam hal terjadi serangan asma.
Obat ini umumnya bekerja
setelah setengah jam dan daya kerjanya bertahan hingga 12 jam. Obat ini
disajikan dalam bentuk obat hirup dosis terukut dan obat hirup bubuk kering.
Obat ini tidak dapat digunakan untuk anak-anak di bawah 12 tahun.
·
Teofilin
Obat ini termasuk satu golongan
dengan kafein (zat aktif yang terdapat dalam secangkir kopi) dan termasuk
bronkodilator yang lama daya kerjanya. Efek samping obat ini sama seperti
kafein sehingga tidak dianturkan untuk pasien hiperaktif.
·
Albuterol Sulfat atau Salbutamol.
Bronkolidarot yang paling
populer dan disajikan dalam bentuk obat hirup dosis terukur, obat hirup bubuk
kering, larutan untuk alat nebulizer, sirup, tablet biasa, tablet lepas-tunda (extended-reliase). Bentuk hirup bekerja
lebih karena langsung menuju saluran pernapasan yang bermasalah, ketimbang
harus lewat lambung dulu. Efek samping obat ini dapat menyebabkan stimulasi,
jantung berdebar, dan pusing.
Merek yang paling populer
adalah Ventolin dan Proventil yang disajikan sebagai obat hirup dosis terukur.
Proventil HFA sebagai obat hirup bubuk kering. Ventolin terdaftar di Indonesia
dalam bentuk sediaan tablet, sirup, nebulizer, dan spray. Merek lain adalah Ascolen.
I.
WOC
BAB
III
ASUHAN
KEPERAWATAN TEORITIS
A. Pengkajian.
1. identitas
Meliputi nama, umur,
alamat, jenis kelamin, no MR, pekerjaan, penanggungjwab, dll
2.Riwayat kesehatan
- Riwayat kesehatan dahulu
Kaji
apakah klien pernah mengalami penyakit asma sebelumnya,apakah klien pernah
mengalami penyakit paru sebelumnya,kaji apakah klien pernah mengkonsumsi obat
dan kaji riwayat alergi pasien.
- Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya
klien mengalami dispnea dengan ekspirasi memanjang,batuk yang kental dan susah
keluar,sianosis, takikardi,gelisah,diaporesis dll.
- Riwayat kesehatan keluarga
Kaji
apakah ada keluarga klien yang memiliki penyakit yang sama, apakah ada penyakit
keturunan.
3.Pemeriksaan
fisik
Tanda-tanda
vital :
Tekanan darah,nadi, pernapasan,suhu.
Pemeriksaan
head to too :
1.
Kepala
Biasanya tidak ada
kelainan pada kepala,kepala bersih dan tak berketombe.
2.
Mata
Konjungtiva anemis,
sklera biasanya tidak ikterik, tidak ada edema.
3.
Hidung
Biasanya akan ada
banyak sekret jika klien terkena virus influenza yang dapat menyebabkan gangguan
pada saluran pernapsan.
4.
Telinga
Biasanya tidak ada
kelainan pada telinga, tidak pembengkakan
5.
Mulut
Biasanya tidak ada
kelainan pada bagian mulut.
6.
Leher
Tidak ada pembengkakan
pada kelenjar getah bening,tidak ada kelainan pada kelenjar tyroid.
7.
Thorak
Biasanya pernapasan
terdengar wheezing
8.
Paru
Biasanya paru terdengar
9.
Abdomen
Biasanuya akan terjadi
peningkatan peristaltik usus.
10. Ekstremitas
atas/bawah
Biasanya tidak ada
kelainan pada alat ekstremitas atas maupun bawah.
11. Pola
tidur dan istirahat
-
Kurang
tidur karena sesak
-
Insomnia.
12.Pola persepsi kognitif
-
Klien
mampu mengungkapkan strategi mengatasi serangan akut tapi tidak mampu
menggunakan efektif selama serangan (panik).
13. Pola persepsi dan konsep diri
-
Merasa
sebagai orang yang lemah atau sakit-sakitan, perubahan body image.
14. Pola hubungan dengan sesama
-
Mengeluh
karena serangan dicetuskan oleh orang-orang sekitar, seperti : asap, rokok.
15. Pola koping dan toleransi
terhadap stress.
-
Cemas,
marah, putus asa
B. Diagnosa
Keperawatan
·
Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan
gangguan suplai oksigen (bronkospasme), penumpukan sekret, sekret kental.
·
Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan gangguan
suplai oksigen (bronkospasme).
·
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan
suplai oksigen (bronkuspasme).
·
Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak
adekuat imunitas.
C. Intervensi
Keperawatan
No
|
Diagnosa
Keperawatan
|
Tujuan/Kriteria
Hasil
|
Intervensi
|
Rasional
|
1
|
Tidak efektifnya
bersihan jalan nafas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen
(bronkospasme), penumpukan sekret, sekret kental
|
Pencapaian
bersihan jalan napas dengan kriteria hasil sebagai berikut:
1. Mempertahankan
jalan napas paten dengan bunyi napas bersih atau jelas.
2. Menunjukan
perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan nafas misalnya batuk efektif dan
mengeluarkan sekret.
|
Mandiri
· Auskultasi
bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas
·
Kaji/pantau frekuensi
pernafasan, catat rasio inspirasi/ekspirasi.
·
Catat adanya derajat
dispnea, ansietas, distress pernafasan, penggunaan obat bantu.
·
Tempatkan posisi yang
nyaman pada pasien, contoh: meninggikan kepala tempat tidur, duduk pada
sandara tempat tidur.
·
Pertahankan polusi
lingkungan minimum, contoh: debu, asap dll.
·
Tingkatkan masukan
cairan sampai dengan 3000 ml/ hari sesuai toleransi jantung memberikan air
hangat.
Kolaborasi
Berikan
obat sesuai indikasi bronkodilator.
|
·
Beberapa derajat spasme
bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas dan dapat/tidak dimanifestasikan
adanya nafas advertisius.
·
Tachipnea biasanya
ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada penerimaan atau selama
stress/adanya proses infeksi akut.
·
Disfungsi pernafasan
adalah variable yang tergantung pada tahap proses akut yang menimbulkan
perawatan di rumah sakit.
·
Peninggian kepala
tempat tidur memudahkan fungsi pernafasan dengan menggunakan gravitasi.
·
Pencetus tipe alergi
pernafasan dapat mentriger episode akut.
·
Hidrasi membantu
menurunkan kekentalan sekret, penggunaan cairan hangat dapat menurunkan
kekentalan sekret, penggunaan cairan hangat dapat menurunkan spasme bronkus.
·
Merelaksasikan otot
halus dan menurunkan spasme jalan nafas, mengi, dan produksi mukosa.
|
2
|
Pola nafas tidak
efektif berhubungan dengan gangguan suplai oksigen (bronkospasme)
|
Perbaikan
pola nafas dengan kriteria hasil sebagai berikut:
Mempertahankan
ventilasi adekuat dengan menunjukan RR:16-20 x/menit dan irama napas teratur.
Tidak
mengalami sianosis atau tanda hipoksia lain.
Pasien
dapat melakukan pernafasan dalam.
|
Mandiri
·
Ajarkan pasien
pernapasan dalam.
·
Tinggikan kepala dan
bantu mengubah posisi. Berikan posisi semi fowler.
Kolaborasi
3.
Berikan oksigen tambahan.
|
· Membantu
pasien memperpanjang waktu ekspirasi sehingga pasien akan bernapas lebih
efektif dan efisien.
·
Duduk tinggi
memungkinkan ekspansi paru dan memudahkan pernapasan.
·
Memaksimalkan
bernapas dan menurunkan kerja napas.
|
3
|
Gangguan pertukaran
gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen (bronkuspasme)
|
Perbaikan
pertukaran gas dengan kriteria hasil sebagai berikut:
Perbaikan
ventilasi.
Perbaikan
oksigen jaringan adekuat.
|
Mandiri
·
Kaji/awasi secara
rutin kulit dan membrane mukosa.
2.
Palpasi fremitus.
·
Awasi tanda-tanda
vital dan irama jantung.
Kolaborasi
4.
Berikan oksigen tambahan sesuai dengan indikasi hasil AGDA dan toleransi
pasien.
|
·
Sianosis mungkin
perifer atau sentral keabu-abuan dan sianosis sentral mengindikasikan
beratnya hipoksemia.
·
Penurunan getaran
vibrasi diduga adanya pengumplan cairan/udara.
·
Tachicardi,
disritmia, dan perubahan tekanan darah dapat menunjukan efek hipoksemia
sistemik pada fungsi jantung.
·
Dapat memperbaiki
atau mencegah memburuknya hipoksia.
|
4
|
Risiko tinggi
terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuat imunitas
|
Tidak
terjadinya infeksi dengan kriteria hasil sebagai berikut:
Mengidentifikasikan
intervensi untuk mencegah atau menurunkan resiko infeksi.
Perubahan
pola hidup untuk meningkatkan lingkungan yang nyaman.
|
Mandiri
·
Awasi suhu.
·
Diskusikan adekuat
kebutuhan nutrisi.
Kolaborasi
Dapatkan specimen sputum dengan batuk
atau pengisapan untuk pewarnaan gram, kultur/sensitifitas.
|
·
Demam dapat terjadi
karena infeksi dan atau dehidrasi.
·
Malnutrisi dapat
mempengaruhi kesehatan umum dan menurunkan tahanan terhadap infeksi.
·
Untuk
mengidentifikasi organisme penyabab dan kerentanan terhadap berbagai anti
microbial.
|
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam
kehidupan manusia kesehatan merupakan hal yang sangat penting, apabila dalam
era globalisasi saat ini dimana lingkungan tidak lagi bersih, udara yang kita
hidup tiap saat banyak sekali mengandung polutan yang berbahaya bagi kesehatan.
Meningkatnya gaya hidup dan perilaku manusia. Juga mempengaruhi kesehatan
manusia, misalnya: merokok yang tanpa disadari telah memasukkan begitu banyak
racun ke dalam tubuh kita.
Salah
satu akibat dari lingkungan yang tidak bersih terutama udara yang tercemar
adalah munculnya berbagai penyakit pernapasan diantaranya adalah Asma, walaupun
secara langsung udara yang tercemar bukan penyebab Asma, tetapi udara yang
tercemar merupakan alergen yang menyebabkan serangan asma karena kebanyakan alergen
terdapat di udara dan musiman.
Asma
adalah penyakit jalan napas obstruksi intermiten, reversible dimana trakea dan
bronki berespons dalam secara hiperaktif terhadap stimulasi tertentu. (Brunner
and Suddarth, 2002, hal. 611). Asma dapat terjadi pada sembarang golongan usia.
Sekitar setengah dari kasus terjadi pada anak-anak dan sepertiga lainnya
terjadi sebelum usia 40 tahun. Dalam sebuah survey di Inggris yang melibatkan
2000 orang, 68% mengira asma adalah kondisi yang paling umum terjadi di bawah usia
12 tahun, tetapi kenyataannya 40% penderita mengalami masalah setelah umur 18
tahun. Tetapi kebanyakan orang dalam kelompok usia di atas 50 tahun mampu
menahan bunyi dan sesak nafas karena kenyataan faktor usia.
(http:/www.vision.netid/detail php? Id=1652). Hampir 17% dari semua rakyat
Amerika mengalami Asma dalam suatu kurun waktu tertentu dalam kehidupan mereka.
Di
Indonesia belum ada penyelidikan yang menyeluruh. Di poliklinik sub bagian paru
FKUI/RSCM Jakarta, 50% kunjungan merupakan penyakit asma (Kompas, Januari
2004). Penyakit asma sebenarnya merupakan penyakit yang dapat dicegah.
Penanggulangan asma sekarang ini lebih dititikberatkan untuk mencegah
terjadinya serangan asma dan diupayakan agar penderita asma dapat melakukan
aktivitas seperti biasanya.
Untuk
itu kita sebagai perawat hendaknya memberikan asuhan keperawatan untuk mencapai
kesehatan pasien yang optimal antara lain penyuluhan kepada penderita asma dan
keluarga tentang pentingnya menghindari faktor penyebab asma seperti stress,
debu, rokok, alergi, aktivitas yang berlebih. Pentingnya gizi yang baik, cukup
istirahat, olahraga ringan secara teratur dan rutin kontrol ke dokter.
B. Tujuan.
a.
Tujuan umum
Untuk
mengetahui dan dapat melakukan asuhan keparawatan pada pasien dengan asma
bronkial.
b.
Tujuan khusus
1.
Mengetahui dan memahami penyakit Asma Bronkiale, tanda dan gejala yang timbul
pada pasien.
2.
Memperoleh pengalaman
nyata dalam merawat pasien dengan asma bronkiale sehingga dapat menerapkan
konsep dasar klinis dan keperawatan yang diperoleh di perkuliahan.
3.
Memperoleh
gambaran nyata tentang pelaksanaan asuhan keperawatan langsung di lapangan.
No comments:
Post a Comment