TUGAS KEPERAWATAN ANAK I
“ASUHAN KEPERAWATAN ANAK KONGENITAL DISJOIN
LABIOGNATOPALATOSCHISIS”
OLEH
KELOMPOK 12
HARLEN SEPTIANI TASIL
PRADHITA HENDRIYENI
REGINA YOLANDA
FIRDAUS
D –III KEPERAWATAN II A
DOSEN PEMBIMBING
NS. DOLA VERONIKA,S.Kep
STIKes MERCUBAKTIJAYA PADANG
2013/2014
KATA
PENGANTAR
Puji
syukur kita ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah ini yang
alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul “ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN
LABIOGNATOPALATOSCHISIS”
Diharapkan
makalah ini dapat memberikan informasi kepada kita semua. Kami menyadari bahwa
makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karna itu kritik dan saran dari
semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan
makalah ini.
Akhir
kata kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam
penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah senantiasa meridhoi
segala usaha kita. Amin.
Padang, November 2013
Penulis
BAB
I
PENDAHULUAN
- LATAR BELAKANG
Labioskisis dan
labio-palato-gnatoskisis merupakan kelainan diduga terjadi akibat infeksi
kronis yang diderita ibu pada kehamilan Trimester I. Bayi akan mengalami
gangguan pertumbuhan karena sering menderita infeksi saluran pencernaan akibat
aspirasi.
Kasus bibir sumbing dan
celah langit-langit merupakan cacat bawaan yang masih menjadi masalah ditengah
masyarakat, antara Februari – Mei 1992, IKABI cabang padang mengadakan
pengabdian masyarakat di dua Kabupaten 50 Kota dan Solok berbentuk operasi
bibir sumbing secara gratis. Dilakukan penelitian pada 126 penderita yang
dilakukan operasi Hardjowasito dengan kawan-kawan di Propinsi Nusa Tenggara
Timur antara April 1986 sampai November 1987 melakukan operasi pada 1004 kasus
bibir sumbing atau celah langit-langit pada bayi, aanak maupun dewasa diantara
3 juta penduduk.
- Tujuan
1. Memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan
Anak yang diberikan oleh dosen
2. Menambah dan memperluas pengetahuan
tentang Labio palanto skisis bagi penulis
3. Memberikan informasi kepada pembaca
tentang Labio palanti skisis bagi pembaca.
BAB
II
TINJAUAN
TEORITIS
- DEFENISI
Labio / Palato skisis merupakan kongenital yang berupa
adanya kelainan bentuk pada struktur wajah (Ngastiah, 2005 : 167)
Bibir sumbing adalah malformasi yang disebabkan oleh gagalnya propsuesus
nasal median dan maksilaris untuk menyatu selama perkembangan embriotik. (Wong,
Donna L. 2003)
Palatoskisis adalah fissura garis tengah pada polatum yang terjadi karena
kegagalan 2 sisi untuk menyatu karena perkembangan embriotik (Wong, Donna L.
2003)
Beberapa jenis bibir sumbing :
- Unilateral Incomplete
Apabila celah sumbing terjadi hanya di salah
satu sisi bibir dan tidak memanjang hingga ke hidung.
- Unilateral complete
Apabila celah sumbing terjadi hanya di salah
satu bibir dan memanjang hingga ke hidung.
- Bilateral complete
Apabila celah sumbing terjadi di kedua sisi
bibir dan memanjang hingga ke hidung.
- Labio Palato skisis
merupakan suatu kelainan yang dapat terjadi pada
daerah mulut, palato skisis (subbing palatum) dan labio skisis (sumbing tulang)
untuk menyatu selama perkembangan embrio (Hidayat, Aziz, 2005:21)
- Etiologi
1. Faktor
Herediter :
Sebagai faktor yang sudah
dipastikan. Gilarsi : 75% dari faktor keturunan resesif dan 25% bersifat
dominan.
a. Mutasi
gen.
b. Kelainan
kromosom
2. Faktor
Eksternal / Lingkungan :
a. Faktor
usia ibu
b.Obat-obatan. Asetosal, Aspirin
(SCHARDEIN-1985) Rifampisin, Fenasetin, Sulfonamid, Aminoglikosid, Indometasin,
Asam Flufetamat, Ibuprofen, Penisilamin, Antihistamin dapat menyebabkan celah
langit-langit. Antineoplastik, Kortikosteroid
c. Nutrisi
d. Penyakit
infeksi Sifilis, virus rubella
e. .Radiasi
f. Stres
emosional
g. Trauma,
(trimester pertama). (Wong, Donna L. 2003)
- Anatomi Fisiologi
·
Mulut (oris)
Mulut merupakan jalan masuk menuju system pencernaan
dan berisis organ aksesori yang bersifat dalam proses awal pencernaan.
Secara umum terdiri dari 2 bagian
yaitu :
1. Bagian
luar (vestibula) yaitu ruang diantara gusi, gigi, bibir dan pipi
2. Bagian rongga mulut ( bagian ) dalam yaitu rongga yang
dibatasi sisinya oleh tulang maksilaaris, palatum dan mandibularis di sebelah
belakang bersambung dengan faring.
Selaput lender mulut ditutupi ephitelium yang berlapis-lapis
, dibawahnya terletak kelenjar-kelenjar halus yang mengeluarkan lendir,
selaputini kaya akan pembuluh daraah juga memuat banyak ujung saraf asesoris.
Di sebelah luar mulut ditutupi oleh kulit dan di sebelah dalam ditutupi oleh
selaput lendir mukosa.
Ada beberapa bagian yang perlu
diketahui :
1. Palatum
a) Palatum durum yang tersusun
atas tajuk-tajuk palatum dari sebelah depan tulang maksilaris.
b) Palatum mole terletak
dibelakang yang merupakan lipatan menggantung yang dapat bergerak, terdiri dari
jaringan fibrosa dan selaput lendir.
2. Rongga mulut
a) Bagian gigi terdapat gigi
(anterior) tugasnya memotong yang sangat kuat dan gigi osterior tugasnya
menggiling.
Pada umumnya otot-otot pengunyah di persarafi oleh
cabang motorik dari saraf cranial ke 5. Dan proses mengunyah di control oleh
nucleus dalam batang otak. Perangsangan formasio retikularis dekat pusat batang
otak untuk pengecapan dapat menimbulakan pergerakan mengunyah secara ritmis dan
kontinu.
Mengunyah makanan bersifat penting untuk pencernaan
semua makanan, terutama untuk sebagian besar buah dan syur-sayuran mentah
karena zat ini mempunyai membrane selulosa yang tidak dapat dicerna diantara
bagian-bagian zat nutrisi yang harus di uraikan sebelum dapat digunakan.
Manusia
memiliki susunan gigi primer dan sekunder :
Ø Gigi primer, dimulai dari
tuang diantara dua gigi depan yang terdiri dari 2 gigi seri, 1 taring, 3
geraham dan untu total keseluruhan 20 gigi
Ø Gigi sekunder, terdiri dari 2
gig seri, 1 taring, 2 premoral dan 3 geraham utuk total keseluruhan 32 buah.
Gigi ada 2 macam yaitu :
Ø Gigi sulung, mulai tumbuh pada
anak-anak umur 6-7 bulan
Ø Gigi tetap (gigi permanen) tumbuh
pada umur 6-18 tahun jumlahnya 32 buah
Fungsi gigi adalah dalam proses matrikasi
(pengunyahan). Makanan yang masuk kekedalam mulut di potong menjaid
bagian-bagian kecil dan bercamput dengan saliva unutk membentuk bolus makanan
yang dapat ditelan.
·
Lidah
Indera pengecap terdiri dari kurang lebih 50 sel-sel
epitel bebrapa diantaranya disebut sel sustentakular dan yang lainnya di sebut
sel pengecap. Lidah berfungsi untuk menggerakan makan saat dikunyah atau
ditelan. Lidah terdiri dari otot serat lintang dan dilapisi selaput lendir.
Dibagian pangkal lidah terdapat epiglottis berfungsi untuk menutup jalan nafas
pada waktu menelan supaya makanan tidak masuk kejalan nafas.
Kerja otot dapat di gerakkan 3
bagian :
Æ Radiks lingua = pangkal lidah
Æ Dorsum lingua = punggung lidah
Æ Apek lingua = ujung lidah
Pada lidah terdapat indera peraba
dan perasa :
Æ Asin dibagian lateral lidah
Æ Manis dibagian ujung dan anterior
lidah
Æ Asam, dibagian lateral lidah
Æ Pahit dibagian belakang lidah
·
Kelenjar ludah
Yaitu kelenjar yang memiliki duktus yaitu duktus
duktus wartoni dan duktus stensoni. Kelenjar ii mensekresikan saliva jedalan
rongga oral di hasilkan di dalam rongga mulut dipersarafi oleh saraf tak sadar.
a) Kelenjar parotis, letaknya
dibawah depan dari telinga diantara proses mastoid kiri dan kanan mandibularis
pada duktus stensoni.
b) Kelenjar submaksilaris
terletak dibawah fongga mulut bagian belakang, dukts wartoni
c) Kelenjar subliingualis,
dibawah selaput lendir, bermuara di dasar rongga mulut.
Fungsi saliva :
Memudahkan makan utnuk
dikunyah oleh gigi dan dibentuk menjado bolus
Mempertahankan bagian mulut
dan lidah agar tetap lembab, sehingga memudahkan lidah bergerak utnuk bericara
Mengandung ptyalin dan
amylase, suatu enzyme yang dapat mengubah zat tepung menjadi maltose
polisakarida
Seperti zat buangan seperti
asam urat dan urea serta obat, virus, dan logam, disekresi kedalam saliva
Sebagai zat anti bakteri dan
anti body yang berfungsi untuk memberikan rongga oral dan membantu memelihara
kesehatan oral serta mencegah kerusakan gigi.
- Manifestasi Klinik
Pada labio Skisis :
1. Distorsi pada hidung
2. Tampak sebagian atau keduanya
3. Adanya celah pada bibir
Pada palato skisis:
1. Tampak
ada celah pada tekak (uvula), palato lunak, dan keras dan atau foramen incisive
2. Adanya rongga pada hidung
3. Distorsi hidung
4. Teraba
celah atau terbukanya -langit saat diperiksa dengan jari
5. Kesukaran dalam menghisap atau langit makan
E. Patofisiologi
Bibir sumbing merupakan kelainan kongenital yang memiliki prevalensi cukup
tinggi. Bibir sumbing memiliki beberapa tingkant kerusakan sesuai organ
yang mengalami kecacatannya. Bila hanya dibibir disebut labioschizis, tapi bisa
juga mengenai gusi dan palatum atau langit-langit. Tingkat kecacatan ini
mempengaruhi keberhasilan operasi.
Cacat bibir sumbing terjadi pada trimester pertama kehamilan karena
tidak terbentuknya suatu jaringan di daerah tersebut. Semua yang mengganggu
pembelahan sel pada masa kehamilan bisa menyebabkan kelainan tersebut, misal
kekurangan zat besi, obat2 tertentu, radiasi. Tak heran kelainan bibir
sumbing sering ditemukan di desa terpencil dengan kondisi ibu hamil tanpa
perawatan kehamilan yang baik serta gizi yang buruk.
Bayi-bayi yang bibirnya sumbing akan mengalami gangguan fungsi berupa
kesulitan menghisap ASI, terutama jika kelainannya mencapai langit-langit
mulut. Jika demikian, ASI dari ibu harus
dipompa dulu untuk kemudian diberikan dengan sendok atau dengan botol berlubang
besar pada bayi yang posisinya tubuhnya ditegakkan. Posisi bayi yang tegak
sangat membantu masuknya air susu hingga ke kerongkongan. Jika tidak tegak,
sangat mungkin air susu akan masuk ke saluran napas mengingat refleks pembukaan
katup epiglottis( katup penghubung mulut dengan kerongkongan) mesti dirangsang
dengan gerakkan lidah, langit-langit, serta kelenjar liur.
Bibir sumbing juga menyebabkan mudah terjadinya
infeksi di rongga hidung, tenggorokan dan tuba eustachius (saluran penghubung
telinga dan tenggorokan) sebagai akibat mudahnya terjadi iritasi akibat air
susu atau air yang masuk ke rongga hidung dari celah sumbingnya.
1. Kegagalan
penyatuan atau perkembangan jaringan lunak dan atau tulang selama fase embrio
pada trimester I.
2. Terbelahnya bibir dan atau
hidung karena kegagalan proses nosal medial dan maksilaris untuk menyatu
terjadi selama kehamilan 6-8 minggu.
3. Palatoskisis adalah adanya
celah pada garis tengah palato yang disebabkan oleh kegagalan penyatuan susunan
palato pada masa kehamilan 7-12 minggu.
4. Penggabungan komplit garis
tengah atas bibir antara 7-8 minggu masa kehamilan.
F. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan bibir sumbing adalah tindakan bedah
efektif yang melibatkan beberapa disiplin ilmu untuk penanganan selanjutnya.
Adanya kemajuan teknik bedah, orbodantis,dokter anak, dokter THT, serta hasil
akhir tindakan koreksi kosmetik dan fungsional menjadi lebih baik. Tergantung
dari berat ringan yang ada, maka tindakan bedah maupun ortidentik dilakukan
secara bertahap.
Biasanya penutupan celah bibir melalui pembedahan
dilakukan bila bayi tersebut telah berumur 1-2 bulan.
Setelah memperlihatkan penambahan berat badan yang memuaskan dan bebas dari
infeksi induk, saluran nafas atau sistemis.
Perbedaan asal ini dapat diperbaiki kembali pada usia
4-5 tahun. Pada kebanyakan kasus, pembedahan pada hidung hendaknya ditunda
hingga mencapi usia pubertas.
Karena celah-celah pada langit-langit mempunyai ukuran, bentuk danderajat cerat yang cukup besar, maka pada saat pembedahan, perbaikan harus disesuaikan bagi masing-masing penderita. Waktu optimal untuk melakukan pembedahan langit-langit bervariasi dari 6 bulan – 5 tahun. Jika perbaikan pembedahan tertunda hingga berumur 3 tahun, maka sebuah balon bicara dapat dilekatkan pada bagian belakang geligi maksila sehingga kontraksi otot-otot faring dan velfaring dapat menyebabkan jaringan-jaringan bersentuhan dengan balon tadi untuk menghasilkan penutup nasoporing.
Karena celah-celah pada langit-langit mempunyai ukuran, bentuk danderajat cerat yang cukup besar, maka pada saat pembedahan, perbaikan harus disesuaikan bagi masing-masing penderita. Waktu optimal untuk melakukan pembedahan langit-langit bervariasi dari 6 bulan – 5 tahun. Jika perbaikan pembedahan tertunda hingga berumur 3 tahun, maka sebuah balon bicara dapat dilekatkan pada bagian belakang geligi maksila sehingga kontraksi otot-otot faring dan velfaring dapat menyebabkan jaringan-jaringan bersentuhan dengan balon tadi untuk menghasilkan penutup nasoporing.
Penatalaksanaan Keperawatan
- Perawatan Pra-Operasi:
1) Fasilitas penyesuaian yang
positif dari orangtua terhadap bayi.
a. Bantu orangtua dalam mengatasi
reaksi berduka
b. Dorong orangtua untuk
mengekspresikan perasaannya.
c. Diskusikan tentang pembedahan
d. Berikan informasi yang
membangkitkan harapan dan perasaan yang positif terhadap bayi.
e. Tunjukkan sikap penerimaan terhadap bayi.
2) Berikan dan kuatkan informasi
pada orangtua tentang prognosis dan pengobatan bayi.
a. Tahap-tahap intervensi bedah
b. Teknik pemberian makan
c. Penyebab devitasi
3) Tingkatkan dan pertahankan
asupan dan nutrisi yang adequate.
a. Fasilitasi menyusui dengan ASI
atau susu formula dengan botol atau dot yang cocok.Monitor atau mengobservasi
kemampuan menelan dan menghisap.
b.Tempatkan
bayi pada posisi yang tegak dan arahkan aliran susu ke dinding mulut.
c. Arahkan cairan ke sebalah
dalam gusi di dekat lidah.
d. Sendawkan bayi dengan sering selama pemberian makan
e. Kaji respon bayi terhadap
pemberian susu.
f. Akhiri pemberian susu dengan
air.
4) Tingkatkan dan pertahankan
kepatenan jalan nafas
a. Pantau status pernafasan
b. Posisikan bayi miring kekanan dengan sedikit
ditinggikan
c. Letakkan selalu alat penghisap
di dekat bayi
- Perawatan Pasca-Operasi
1) Tingkatkan asupan cairan dan
nutrisi yang adequate
a. Berikan makan cair selama 3
minggu mempergunakan alat penetes atau sendok.
b. Lanjutkan dengan makanan formula sesuai toleransi.
c. Lanjutkan dengan diet lunak
d. Sendawakan bayi selama pemberian makanan.
2) Tingkatkan penyembuhan dan
pertahankan integritas daerah insisi anak.
a. Bersihkan garis sutura dengan
hati-hati
b. Oleskan salep antibiotik pada garis sutura
(Keiloskisis)
c. Bilas mulut dengan air sebelum dan sesudah pemberian
makan.
d. Hindari memasukkan obyek ke dalam mulut anak sesudah
pemberian makan untuk mencegah terjadinya aspirasi.
e. Pantau tanda-tanda infeksi pada tempat operasi dan
secara sistemik.
f. Pantau tingkat nyeri pada bayi dan perlunya obat
pereda nyeri.
g. Perhatikan pendarahan, cdema,
drainage.
h. Monitor keutuhan jaringan
kulit
i. Perhatikan posisi jahitan,
hindari jangan kontak dengan alat-alat tidak steril, missal alat tensi
G. Komplikasi
1. Gangguan
bicara dan pendengaran
2. Terjadinya otitis media
3. Aspirasi
4. Distress pernafasan
5. Risisko infeksi saluran nafas
6. Pertumbuhan dan perkembangan
terhambat
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS
- PENGKAJIAN
1. Identitas klien
Meliputi nama,alamat,umur
2. Keluhan utama :
Alasan klien masuk ke rumah sakit
3. Riwayat Kesehatan
a) Riwayat Kesehatan Dahulu
Mengkaji
riwayat kehamilan ibu, apakah ibu pernah mengalami trauma pada kehamilan
Trimester I. bagaimana pemenuhan nutrisi ibu saat hamil, obat-obat yang pernah
dikonsumsi oleh ibu dan apakah ibu pernah stress saat hamil.
b) Riwayat Kesehatan Sekarang
Mengkaji
berat/panjang bayi saat lahir, pola pertumbuhan, pertambahan/penurunan berat
badan, riwayat otitis media dan infeksi saluran pernafasan atas.
c) Riwayat Kesehatan Keluarga
Riwayat
kehamilan, riwayat keturunan, labiopalatoskisis dari keluarga, penyakit sifilis
dari orang tua laki-laki.
4. Pemeriksaan Fisik
a) Inspeksi kecacatan pada saat
lahir untuk mengidentifikasi karakteristik sumbing.
b) Kaji asupan cairan dan nutrisi
bayi
c) Kaji kemampuan hisap, menelan,
bernafas.
d) Kaji tanda-tanda infeksi
e) Palpasi dengan menggunakan
jari
f) Kaji tingkat nyeri pada bayi
v Pengkajian Keluarga
a) Observasi infeksi bayi dan
keluarga
b) Kaji harga diri / mekanisme
kuping dari anak/orangtua
c) Kaji reaksi orangtua terhadap
operasi yang akan dilakukan
d) Kaji kesiapan orangtua terhadap
pemulangan dan kesanggupan mengatur perawatan di rumah.
e) Kaji tingkat pengetahuan
keluarga
- DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko aspirasi berhubungan
dengan gangguan menelan. (NANDA, 2005-2006)
2. Resiko Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan refleks menghisap pada anak tidak adekuat. (NANDA, 2005-2006)
3. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan
kelainan anatomis (labiopalatoskizis). (NANDA, 2005-2006)
4. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan insisi
pembedahan. (NANDA,
2005-2006)
5. Resiko
infeksi berhubungan dengan insisi pembedahan. (NANDA, 2005-2006)
6. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan
keluarga tentang penyakit. (NANDA, 2005-2006)
- INTERVENSI KEPERAWATAN
Rencana Keperawatan
No
|
Dx Keperawatan
|
Tujuan/Kriteria
|
Intervensi
|
Rasional
|
|||
1.
|
Resiko aspirasi berhubungan
dengan gangguan menelan.
|
Tidak akan mengalami
aspirasi:
·
Menunjukkan peningkatan kemampuan menelan.
·
Bertoleransi thd asupan oral dan sekresi tanpa
aspirasi.
·
Bertoleransi thd pemberian perenteral tanpa
aspirasi.
|
·
Pantau tanda-tanda aspirasi selama proses
pemberian makan dan pemberian pengobatan.
·
Tempatkan pasien pada posisi semi-fowler atau
fowler.
·
Sediakan kateter penghisap disamping tempat tidur
dan lakukan penghisapan selama makan, sesuai dengan kebutuhan.
|
·
Perubahan yg tjd pada proses pemberian makanan
dan pengobatan bisa saja menyebabkan aspirasi.
·
Agar mempermudah mengeluarkan sekresi.
·
Mencegah sekresi menyumbat jalan napas, khususnya
bila kemampuan menelan terganggu.
|
|||
2.
|
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan refleks menghisap pada
anak tidak adekuat
|
Menunjukkan
status gizi :
·
Mempertahankan BB dalam batas normal.
·
Toleransi thd diet yang dianjurkan.
·
Menyatakan keinginannya untuk mengikuti diet.
|
·
Pantau kandungan nutrisi dan kalori pada catatan
asupan.
·
Ketahui makanan kesukaan pasien.
·
Ciptakan lingkungan yang menyenangkan untuk
makan.
|
·
Memberikan informasi sehubungan dgn keb nutrisi
& keefektifan terapi.
·
Meningkatkan selera makan klien.
·
Meningkatkan sosialisasi & memaksimalkan
kenyamanan klien bila kesakitan makan menyebabkan malu.
|
|||
3.
|
Kerusakan
komunikasi verbal berhubungan dengan kelainan anatomis (labiopalatoskizis).
|
Menunjukkan
kemampuan komunikasi :
·
Menggunakan bahasa tertulis, berbicara atau
nonverbal.
·
Mengguanakan bahasa isyarat.
·
Pertukaran pesan dengan orang lain.
|
·
Anjurkan pasien untuk berkomunikasi secara
perlahan dan mengulangi permintaan.
·
Sering berikan pujian positif pada pasien yang
berusaha untuk berkomunikas
·
Menggunakan kata dan kalimat yang singkat.
|
·
Melatih agar bisa berkomunikasi lebih lancar.
·
Pujian dapat membuat keadaan klien akan lebih
membaik karena mendapat dorongan.
·
Membantu klien memahami pembicaraan.
|
|||
4.
|
Gangguan
rasa nyaman nyeri berhubungan dengan insisi pembedahan.
|
Meningkatkan
rasa nyaman :
· Menunjukkan teknik relaksasi secara
individual yang efektif untuk mencapai kenyamanan.
· Mempertahankan tingkat nyeri
pada atau kurang (skala 0-10)
· Melaporkan nyeri pada penyedia
perawatan kesehatan.
|
·
Kaji pola istirahat bayi/anak dan kegelisahan.
·
Bila klien anak, berikan aktivitas bermain yang
sesuai dengan usia dan kondisinya.
·
Berikan analgetik sesuai program.
|
·
Mencegah kelelahan dan dapat
meningkatknkoping terhadap stres atau ketidaknyamanan.
·
Meningkatkarelaksasi dan membantu pasien
memfokusknperhatian pada sesuatu
disamping diri sendiri / ketidaknyamanan dapat menurunkankebutuhan dosis /
frekuensi analgesik.
·
Derajat nyeri sehubungan dengan luas dan dampak
psikologi pembedahan sesuai dengan kondisi tubuh.
|
|||
5.
|
Resiko
infeksi berhubungan dengan insisi pembedahan.
|
Mencegah
infeksi
· Terbebas dari tanda atau gejala
infeksi.
· Menunjukkan higiene pribadi
yang adekuat.
· Menggambarkan faktor yang
menunjang penularan infeksi.
|
·
Berikan posisi yang tepat setelah makan, miring
kekanan, kepala agak sedikit tinggi supaya makanan tertelan dan mencegah
aspirasi yang dapat berakibat pneumonia.
·
Kaji tanda-tanda infeksi, termasuk drainage, bau
dan demam.
|
·
Meningkatkan mobilisasi sekret, menurunkan resiko
pneumonia.
·
Deteksi dini terjadinya infeksi memberikan
pencegahan komplikasi lebih serius.
·
Mencegah kontaminasi dan kerusakan sisi operasi.
|
|||
6.
|
Ansietas
berhubungan dengan kurangnya pengetahuan keluarga tentang penyakit.
|
Rasa
cemas teratasi :
·
Mencari informasi untuk menurunkan kecemasan.
·
Menghindari sumber kecemasan bila mungkin.
· Menggunakan teknik relaksasi
untuk menurunkan kecemasan.
|
·
Kaji tingkat kecemasan klien.
·
Berikan terapi bermain kepada si anak untuk
mengalihkan ras cemasnya.
·
Berikan penyuluhan pada klien dan keluarga
tentang penyakit dan proses penyembuhannya.
|
·
Untuk mengetahui seberapa besar kecemasan yang
dirasakan klien sekarang.
·
Untuk mengurangi kecemasan yang dirasakan klien,
berikan suasana yang tenang dan nyaman.
·
Untuk mengetahui bagaimana untuk memudahkan
memberikan support atau penyuluhan.
|
|||
No comments:
Post a Comment