Monday, May 12, 2014

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK KONGENITAL DISJOIN LABIOGNATOPALATOSCHISIS



TUGAS KEPERAWATAN ANAK I
“ASUHAN KEPERAWATAN ANAK KONGENITAL DISJOIN LABIOGNATOPALATOSCHISIS”

Logo STIKES Mercu

OLEH
KELOMPOK 12
HARLEN SEPTIANI TASIL
PRADHITA HENDRIYENI
REGINA YOLANDA
FIRDAUS

D –III KEPERAWATAN II A

DOSEN PEMBIMBING
NS. DOLA VERONIKA,S.Kep

STIKes MERCUBAKTIJAYA PADANG
2013/2014


KATA PENGANTAR
            Puji syukur kita ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah ini yang alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul “ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN LABIOGNATOPALATOSCHISIS”
            Diharapkan makalah ini dapat memberikan informasi kepada kita semua. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karna itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
            Akhir kata kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah senantiasa meridhoi segala usaha kita. Amin.






                                                                                                     Padang,      November 2013

                                                                                                            Penulis




BAB I
PENDAHULUAN
  1. LATAR BELAKANG
Labioskisis dan labio-palato-gnatoskisis merupakan kelainan diduga terjadi akibat infeksi kronis yang diderita ibu pada kehamilan Trimester I. Bayi akan mengalami gangguan pertumbuhan karena sering menderita infeksi saluran pencernaan akibat aspirasi.
Kasus bibir sumbing dan celah langit-langit merupakan cacat bawaan yang masih menjadi masalah ditengah masyarakat, antara Februari – Mei 1992, IKABI cabang padang mengadakan pengabdian masyarakat di dua Kabupaten 50 Kota dan Solok berbentuk operasi bibir sumbing secara gratis. Dilakukan penelitian pada 126 penderita yang dilakukan operasi Hardjowasito dengan kawan-kawan di Propinsi Nusa Tenggara Timur antara April 1986 sampai November 1987 melakukan operasi pada 1004 kasus bibir sumbing atau celah langit-langit pada bayi, aanak maupun dewasa diantara 3 juta penduduk.

  1. Tujuan
1.      Memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Anak yang diberikan oleh dosen
2.      Menambah dan memperluas pengetahuan tentang Labio palanto skisis bagi penulis
3.      Memberikan informasi kepada pembaca tentang Labio palanti skisis bagi pembaca.





BAB II
TINJAUAN TEORITIS
  1. DEFENISI
 Labio / Palato skisis merupakan kongenital yang berupa adanya kelainan bentuk pada struktur wajah (Ngastiah, 2005 : 167)
Bibir sumbing adalah malformasi yang disebabkan oleh gagalnya propsuesus nasal median dan maksilaris untuk menyatu selama perkembangan embriotik. (Wong, Donna L. 2003)
Palatoskisis adalah fissura garis tengah pada polatum yang terjadi karena kegagalan 2 sisi untuk menyatu karena perkembangan embriotik (Wong, Donna L. 2003)

Beberapa jenis bibir sumbing :
  • Unilateral Incomplete
Apabila celah sumbing terjadi hanya di salah satu sisi bibir dan tidak memanjang hingga ke hidung.
  • Unilateral complete
Apabila celah sumbing terjadi hanya di salah satu bibir dan memanjang hingga ke hidung.
  • Bilateral complete
Apabila celah sumbing terjadi di kedua sisi bibir dan memanjang hingga ke hidung.
  • Labio Palato skisis
merupakan suatu kelainan yang dapat terjadi pada daerah mulut, palato skisis (subbing palatum) dan labio skisis (sumbing tulang) untuk menyatu selama perkembangan embrio (Hidayat, Aziz, 2005:21)




  1. Etiologi
1. Faktor Herediter :
Sebagai faktor yang sudah dipastikan. Gilarsi : 75% dari faktor keturunan resesif dan 25% bersifat dominan.
a. Mutasi gen.
b. Kelainan kromosom
2. Faktor Eksternal / Lingkungan :
a. Faktor usia ibu
b.Obat-obatan. Asetosal, Aspirin (SCHARDEIN-1985) Rifampisin, Fenasetin, Sulfonamid, Aminoglikosid, Indometasin, Asam Flufetamat, Ibuprofen, Penisilamin, Antihistamin dapat menyebabkan celah langit-langit. Antineoplastik, Kortikosteroid
c. Nutrisi
d. Penyakit infeksi Sifilis, virus rubella
e. .Radiasi
f. Stres emosional
g. Trauma, (trimester pertama). (Wong, Donna L. 2003)

  1. Anatomi Fisiologi
·           Mulut (oris)
Mulut merupakan jalan masuk menuju system pencernaan dan berisis organ aksesori yang bersifat dalam proses awal pencernaan.
Secara umum terdiri dari 2 bagian yaitu :
1. Bagian luar (vestibula) yaitu ruang diantara gusi, gigi, bibir dan pipi
2. Bagian rongga mulut ( bagian ) dalam yaitu rongga yang dibatasi sisinya oleh tulang maksilaaris, palatum dan mandibularis di sebelah belakang bersambung dengan faring.


Selaput lender mulut ditutupi ephitelium yang berlapis-lapis , dibawahnya terletak kelenjar-kelenjar halus yang mengeluarkan lendir, selaputini kaya akan pembuluh daraah juga memuat banyak ujung saraf asesoris. Di sebelah luar mulut ditutupi oleh kulit dan di sebelah dalam ditutupi oleh selaput lendir mukosa.
Ada beberapa bagian yang perlu diketahui :
1. Palatum
a) Palatum durum yang tersusun atas tajuk-tajuk palatum dari sebelah depan tulang maksilaris.
b) Palatum mole terletak dibelakang yang merupakan lipatan menggantung yang dapat bergerak, terdiri dari jaringan fibrosa dan selaput lendir.
2. Rongga mulut
a) Bagian gigi terdapat gigi (anterior) tugasnya memotong yang sangat kuat dan gigi osterior tugasnya menggiling.
Pada umumnya otot-otot pengunyah di persarafi oleh cabang motorik dari saraf cranial ke 5. Dan proses mengunyah di control oleh nucleus dalam batang otak. Perangsangan formasio retikularis dekat pusat batang otak untuk pengecapan dapat menimbulakan pergerakan mengunyah secara ritmis dan kontinu.
Mengunyah makanan bersifat penting untuk pencernaan semua makanan, terutama untuk sebagian besar buah dan syur-sayuran mentah karena zat ini mempunyai membrane selulosa yang tidak dapat dicerna diantara bagian-bagian zat nutrisi yang harus di uraikan sebelum dapat digunakan.
Manusia memiliki susunan gigi primer dan sekunder :
Ø Gigi primer, dimulai dari tuang diantara dua gigi depan yang terdiri dari 2 gigi seri, 1 taring, 3 geraham dan untu total keseluruhan 20 gigi
Ø Gigi sekunder, terdiri dari 2 gig seri, 1 taring, 2 premoral dan 3 geraham utuk total keseluruhan 32 buah.
 Gigi ada 2 macam yaitu :
Ø Gigi sulung, mulai tumbuh pada anak-anak umur 6-7 bulan
Ø Gigi tetap (gigi permanen) tumbuh pada umur 6-18 tahun jumlahnya 32 buah

Fungsi gigi adalah dalam proses matrikasi (pengunyahan). Makanan yang masuk kekedalam mulut di potong menjaid bagian-bagian kecil dan bercamput dengan saliva unutk membentuk bolus makanan yang dapat ditelan.

·           Lidah
Indera pengecap terdiri dari kurang lebih 50 sel-sel epitel bebrapa diantaranya disebut sel sustentakular dan yang lainnya di sebut sel pengecap. Lidah berfungsi untuk menggerakan makan saat dikunyah atau ditelan. Lidah terdiri dari otot serat lintang dan dilapisi selaput lendir. Dibagian pangkal lidah terdapat epiglottis berfungsi untuk menutup jalan nafas pada waktu menelan supaya makanan tidak masuk kejalan nafas.
Kerja otot dapat di gerakkan 3 bagian :
Æ Radiks lingua = pangkal lidah
Æ Dorsum lingua = punggung lidah
Æ Apek lingua = ujung lidah
Pada lidah terdapat indera peraba dan perasa :
Æ Asin dibagian lateral lidah
Æ Manis dibagian ujung dan anterior lidah
Æ Asam, dibagian lateral lidah
Æ Pahit dibagian belakang lidah

·           Kelenjar ludah
Yaitu kelenjar yang memiliki duktus yaitu duktus duktus wartoni dan duktus stensoni. Kelenjar ii mensekresikan saliva jedalan rongga oral di hasilkan di dalam rongga mulut dipersarafi oleh saraf tak sadar.
a) Kelenjar parotis, letaknya dibawah depan dari telinga diantara proses mastoid kiri dan kanan mandibularis pada duktus stensoni.
b) Kelenjar submaksilaris terletak dibawah fongga mulut bagian belakang, dukts wartoni
c) Kelenjar subliingualis, dibawah selaput lendir, bermuara di dasar rongga mulut.
Fungsi saliva :
˜ Memudahkan makan utnuk dikunyah oleh gigi dan dibentuk menjado bolus
˜  Mempertahankan bagian mulut dan lidah agar tetap lembab, sehingga memudahkan lidah bergerak utnuk bericara
˜ Mengandung ptyalin dan amylase, suatu enzyme yang dapat mengubah zat tepung menjadi maltose polisakarida
˜ Seperti zat buangan seperti asam urat dan urea serta obat, virus, dan logam, disekresi kedalam saliva
˜ Sebagai zat anti bakteri dan anti body yang berfungsi untuk memberikan rongga oral dan membantu memelihara kesehatan oral serta mencegah kerusakan gigi.
  1. Manifestasi Klinik
Pada labio Skisis :
1. Distorsi pada hidung
2. Tampak sebagian atau keduanya
3. Adanya celah pada bibir
Pada palato skisis:
1. Tampak ada celah pada tekak (uvula), palato lunak, dan keras dan atau foramen incisive
2. Adanya rongga pada hidung
3. Distorsi hidung
4. Teraba celah atau terbukanya -langit saat diperiksa dengan jari
5. Kesukaran dalam menghisap atau langit makan
E. Patofisiologi
Bibir sumbing merupakan kelainan kongenital yang memiliki prevalensi cukup tinggi. Bibir sumbing memiliki beberapa tingkant kerusakan sesuai organ yang mengalami kecacatannya. Bila hanya dibibir disebut labioschizis, tapi bisa juga mengenai gusi dan palatum atau langit-langit. Tingkat kecacatan ini mempengaruhi keberhasilan operasi.
Cacat bibir sumbing terjadi pada trimester pertama kehamilan karena tidak terbentuknya suatu jaringan di daerah tersebut. Semua yang mengganggu pembelahan sel pada masa kehamilan bisa menyebabkan kelainan tersebut, misal kekurangan zat besi, obat2 tertentu, radiasi. Tak heran kelainan bibir sumbing sering ditemukan di desa terpencil dengan kondisi ibu hamil tanpa perawatan kehamilan yang baik serta gizi yang buruk.
Bayi-bayi yang bibirnya sumbing akan mengalami gangguan fungsi berupa kesulitan menghisap ASI, terutama jika kelainannya mencapai langit-langit mulut. Jika demikian, ASI dari ibu harus dipompa dulu untuk kemudian diberikan dengan sendok atau dengan botol berlubang besar pada bayi yang posisinya tubuhnya ditegakkan. Posisi bayi yang tegak sangat membantu masuknya air susu hingga ke kerongkongan. Jika tidak tegak, sangat mungkin air susu akan masuk ke saluran napas mengingat refleks pembukaan katup epiglottis( katup penghubung mulut dengan kerongkongan) mesti dirangsang dengan gerakkan lidah, langit-langit, serta kelenjar liur.
Bibir sumbing juga menyebabkan mudah terjadinya infeksi di rongga hidung, tenggorokan dan tuba eustachius (saluran penghubung telinga dan tenggorokan) sebagai akibat mudahnya terjadi iritasi akibat air susu atau air yang masuk ke rongga hidung dari celah sumbingnya.
1. Kegagalan penyatuan atau perkembangan jaringan lunak dan atau tulang selama fase embrio pada trimester I.
2. Terbelahnya bibir dan atau hidung karena kegagalan proses nosal medial dan maksilaris untuk menyatu terjadi selama kehamilan 6-8 minggu.
3. Palatoskisis adalah adanya celah pada garis tengah palato yang disebabkan oleh kegagalan penyatuan susunan palato pada masa kehamilan 7-12 minggu.
4. Penggabungan komplit garis tengah atas bibir antara 7-8 minggu masa kehamilan.
F. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan bibir sumbing adalah tindakan bedah efektif yang melibatkan beberapa disiplin ilmu untuk penanganan selanjutnya. Adanya kemajuan teknik bedah, orbodantis,dokter anak, dokter THT, serta hasil akhir tindakan koreksi kosmetik dan fungsional menjadi lebih baik. Tergantung dari berat ringan yang ada, maka tindakan bedah maupun ortidentik dilakukan secara bertahap.
Biasanya penutupan celah bibir melalui pembedahan dilakukan bila bayi tersebut telah berumur 1-2 bulan. Setelah memperlihatkan penambahan berat badan yang memuaskan dan bebas dari infeksi induk, saluran nafas atau sistemis.


Perbedaan asal ini dapat diperbaiki kembali pada usia 4-5 tahun. Pada kebanyakan kasus, pembedahan pada hidung hendaknya ditunda hingga mencapi usia pubertas.
Karena celah-celah pada langit-langit mempunyai ukuran, bentuk danderajat cerat yang cukup besar, maka pada saat pembedahan, perbaikan harus disesuaikan bagi masing-masing penderita. Waktu optimal untuk melakukan pembedahan langit-langit bervariasi dari 6 bulan – 5 tahun. Jika perbaikan pembedahan tertunda hingga berumur 3 tahun, maka sebuah balon bicara dapat dilekatkan pada bagian belakang geligi maksila sehingga kontraksi otot-otot faring dan velfaring dapat menyebabkan jaringan-jaringan bersentuhan dengan balon tadi untuk menghasilkan penutup nasoporing.
Penatalaksanaan Keperawatan
  • Perawatan Pra-Operasi:
1) Fasilitas penyesuaian yang positif dari orangtua terhadap bayi.
a. Bantu orangtua dalam mengatasi reaksi berduka
b. Dorong orangtua untuk mengekspresikan perasaannya.
c. Diskusikan tentang pembedahan
d. Berikan informasi yang membangkitkan harapan dan perasaan yang positif terhadap bayi.
e. Tunjukkan sikap penerimaan terhadap bayi.
2) Berikan dan kuatkan informasi pada orangtua tentang prognosis dan pengobatan bayi.
a. Tahap-tahap intervensi bedah
b. Teknik pemberian makan
c. Penyebab devitasi
3) Tingkatkan dan pertahankan asupan dan nutrisi yang adequate.
a. Fasilitasi menyusui dengan ASI atau susu formula dengan botol atau dot yang cocok.Monitor atau mengobservasi kemampuan menelan dan menghisap.
b.Tempatkan bayi pada posisi yang tegak dan arahkan aliran susu ke dinding mulut.
c. Arahkan cairan ke sebalah dalam gusi di dekat lidah.
d. Sendawkan bayi dengan sering selama pemberian makan
e. Kaji respon bayi terhadap pemberian susu.
f. Akhiri pemberian susu dengan air.

4) Tingkatkan dan pertahankan kepatenan jalan nafas
a. Pantau status pernafasan
b. Posisikan bayi miring kekanan dengan sedikit ditinggikan
c. Letakkan selalu alat penghisap di dekat bayi
  • Perawatan Pasca-Operasi
1) Tingkatkan asupan cairan dan nutrisi yang adequate
a. Berikan makan cair selama 3 minggu mempergunakan alat penetes atau sendok.
b. Lanjutkan dengan makanan formula sesuai toleransi.
c. Lanjutkan dengan diet lunak
d. Sendawakan bayi selama pemberian makanan.
2) Tingkatkan penyembuhan dan pertahankan integritas daerah insisi anak.
a. Bersihkan garis sutura dengan hati-hati
b. Oleskan salep antibiotik pada garis sutura (Keiloskisis)
c. Bilas mulut dengan air sebelum dan sesudah pemberian makan.
d. Hindari memasukkan obyek ke dalam mulut anak sesudah pemberian makan untuk mencegah terjadinya aspirasi.
e. Pantau tanda-tanda infeksi pada tempat operasi dan secara sistemik.
f. Pantau tingkat nyeri pada bayi dan perlunya obat pereda nyeri.
g. Perhatikan pendarahan, cdema, drainage.
h. Monitor keutuhan jaringan kulit
i. Perhatikan posisi jahitan, hindari jangan kontak dengan alat-alat tidak steril, missal alat tensi
G. Komplikasi
                  1. Gangguan bicara dan pendengaran
2. Terjadinya otitis media
3. Aspirasi
4. Distress pernafasan
5. Risisko infeksi saluran nafas
6. Pertumbuhan dan perkembangan terhambat


BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

  1.  PENGKAJIAN
1.      Identitas klien
Meliputi nama,alamat,umur
2.      Keluhan utama :
Alasan klien masuk ke rumah sakit
3. Riwayat Kesehatan
a) Riwayat Kesehatan Dahulu
Mengkaji riwayat kehamilan ibu, apakah ibu pernah mengalami trauma pada kehamilan Trimester I. bagaimana pemenuhan nutrisi ibu saat hamil, obat-obat yang pernah dikonsumsi oleh ibu dan apakah ibu pernah stress saat hamil.
b) Riwayat Kesehatan Sekarang
Mengkaji berat/panjang bayi saat lahir, pola pertumbuhan, pertambahan/penurunan berat badan, riwayat otitis media dan infeksi saluran pernafasan atas.
c) Riwayat Kesehatan Keluarga
Riwayat kehamilan, riwayat keturunan, labiopalatoskisis dari keluarga, penyakit sifilis dari orang tua laki-laki.
4.      Pemeriksaan Fisik
a) Inspeksi kecacatan pada saat lahir untuk mengidentifikasi karakteristik sumbing.
b) Kaji asupan cairan dan nutrisi bayi
c) Kaji kemampuan hisap, menelan, bernafas.
d) Kaji tanda-tanda infeksi
e) Palpasi dengan menggunakan jari
f) Kaji tingkat nyeri pada bayi



v Pengkajian Keluarga
a) Observasi infeksi bayi dan keluarga
b) Kaji harga diri / mekanisme kuping dari anak/orangtua
c) Kaji reaksi orangtua terhadap operasi yang akan dilakukan
d) Kaji kesiapan orangtua terhadap pemulangan dan kesanggupan mengatur perawatan di rumah.
e) Kaji tingkat pengetahuan keluarga

  1. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko aspirasi berhubungan dengan gangguan menelan. (NANDA, 2005-2006)
2. Resiko Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan refleks menghisap pada anak tidak adekuat. (NANDA, 2005-2006)
3.  Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan kelainan anatomis (labiopalatoskizis). (NANDA, 2005-2006)
4.  Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan insisi pembedahan. (NANDA, 2005-2006)
5. Resiko infeksi berhubungan dengan insisi pembedahan. (NANDA, 2005-2006)
6.  Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan keluarga tentang penyakit. (NANDA, 2005-2006)

  1. INTERVENSI KEPERAWATAN
Rencana Keperawatan
No
Dx Keperawatan
Tujuan/Kriteria
Intervensi
Rasional

1.
Resiko aspirasi berhubungan dengan gangguan menelan.
Tidak akan mengalami aspirasi:
·      Menunjukkan peningkatan kemampuan menelan.
·      Bertoleransi thd asupan oral dan sekresi tanpa aspirasi.
·      Bertoleransi thd pemberian perenteral tanpa aspirasi.
·      Pantau tanda-tanda aspirasi selama proses pemberian makan dan pemberian pengobatan.

·     Tempatkan pasien pada posisi semi-fowler atau fowler.
·     Sediakan kateter penghisap disamping tempat tidur dan lakukan penghisapan selama makan, sesuai dengan kebutuhan.
·   Perubahan yg tjd pada proses pemberian makanan dan pengobatan bisa saja menyebabkan aspirasi.
·     Agar mempermudah mengeluarkan sekresi.
·     Mencegah sekresi menyumbat jalan napas, khususnya bila kemampuan menelan terganggu.

2.
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan refleks menghisap pada anak tidak adekuat
Menunjukkan status gizi :
·      Mempertahankan BB dalam batas normal.
·      Toleransi thd diet yang dianjurkan.
·      Menyatakan keinginannya untuk mengikuti diet.
·      Pantau kandungan nutrisi dan kalori pada catatan asupan.
·     Ketahui makanan kesukaan pasien.
·      Ciptakan lingkungan yang menyenangkan untuk makan.
·   Memberikan informasi sehubungan dgn keb nutrisi & keefektifan terapi.
·   Meningkatkan selera makan klien.
·   Meningkatkan sosialisasi & memaksimalkan kenyamanan klien bila kesakitan makan menyebabkan malu.

3.
Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan kelainan anatomis (labiopalatoskizis).
Menunjukkan kemampuan komunikasi :
·      Menggunakan bahasa tertulis, berbicara atau nonverbal.
·      Mengguanakan bahasa isyarat.
·      Pertukaran pesan dengan orang lain.
·      Anjurkan pasien untuk berkomunikasi secara perlahan dan mengulangi permintaan.
·      Sering berikan pujian positif pada pasien yang berusaha untuk berkomunikas
·      Menggunakan kata dan kalimat yang singkat.
·        Melatih agar bisa berkomunikasi lebih lancar.
·        Pujian dapat membuat keadaan klien akan lebih membaik karena mendapat dorongan.
·        Membantu klien memahami pembicaraan.

4.
Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan insisi pembedahan.
Meningkatkan rasa nyaman :
·  Menunjukkan teknik relaksasi secara individual yang efektif untuk mencapai kenyamanan.
· Mempertahankan tingkat nyeri pada atau kurang (skala 0-10)
· Melaporkan nyeri pada penyedia perawatan kesehatan.
·      Kaji pola istirahat bayi/anak dan kegelisahan.
·      Bila klien anak, berikan aktivitas bermain yang sesuai dengan usia dan kondisinya.
·      Berikan analgetik sesuai program.
·      Mencegah kelelahan dan dapat
meningkatknkoping terhadap stres atau ketidaknyamanan.
·      Meningkatkarelaksasi dan membantu pasien memfokusknperhatian pada sesuatu disamping diri sendiri / ketidaknyamanan dapat menurunkankebutuhan dosis / frekuensi analgesik.
·      Derajat nyeri sehubungan dengan luas dan dampak psikologi pembedahan sesuai dengan kondisi tubuh.

5.
Resiko infeksi berhubungan dengan insisi pembedahan.
Mencegah infeksi
· Terbebas dari tanda atau gejala infeksi.
· Menunjukkan higiene pribadi yang adekuat.
· Menggambarkan faktor yang menunjang penularan infeksi.
·       Berikan posisi yang tepat setelah makan, miring kekanan, kepala agak sedikit tinggi supaya makanan tertelan dan mencegah aspirasi yang dapat berakibat pneumonia.
·      Kaji tanda-tanda infeksi, termasuk drainage, bau dan demam.
·   Meningkatkan mobilisasi sekret, menurunkan resiko pneumonia.
·   Deteksi dini terjadinya infeksi memberikan pencegahan komplikasi lebih serius.
·      Mencegah kontaminasi dan kerusakan sisi operasi.

6.
Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan keluarga tentang penyakit.
Rasa cemas teratasi :
·   Mencari informasi untuk menurunkan kecemasan.
·   Menghindari sumber kecemasan bila mungkin.
·  Menggunakan teknik relaksasi untuk menurunkan kecemasan.
·      Kaji tingkat kecemasan klien.
·      Berikan terapi bermain kepada si anak untuk mengalihkan ras cemasnya.
·      Berikan penyuluhan pada klien dan keluarga tentang penyakit dan proses penyembuhannya.
·      Untuk mengetahui seberapa besar kecemasan yang dirasakan klien sekarang.
·     Untuk mengurangi kecemasan yang dirasakan klien, berikan suasana yang tenang dan nyaman.
·     Untuk mengetahui bagaimana untuk memudahkan memberikan support atau penyuluhan.


















No comments:

Post a Comment